Cari Blog Ini

Sabtu, 09 April 2011

Cerpenku : Persimpangan

“ Kamu harus segera memutuskan hubunganmu dengan Bayu. Bapak  sudah menjodohkanmu dengan Irfan, anaknya teman bapak. ” suara berat Bapak memecah kesunyian malam itu, menyadarkan Lastri yang sedang asyik membaca buku dikamarnya. Lastri langsung mengangkat wajahnya dari buku dan menatap Bapaknya.

“ Apa maksud Bapak ? ”
“ Belum jelas ? Bapak minta kamu memutuskan hubunganmu dengan Bayu. ”
“ Alasanya apa Pak ? kenapa mendadak begini sih ? memangnya Bayu salah apa Pak ? ”tanya Lastri.
“ Kamu ini bagaimana sih ? kan Bapak sudah bilang dari dulu kalau Bapak tidak suka kamu bergaul dengan anak itu. Masa kamu masih menanyakan apa alasannya sama Bapak sih ? ”
“ Bapak aneh. Bayu itu anak baik pak. Aku sudah cocok sama dia. Aku enggak mau nikah sama orang lain.” Kata Lastri.
“ Kamu mau melawan Bapak ? mau jadi anak durhaka kamu Lastri ?” Bentak Bapak.
“ Bapak yang jahat. Apa ini karena mas Purnomo ? karena kata-kata dia dulu ? ”tanya Lastri. Masih teringat jelas dipikirannya saat kakaknya itu pulang dan membawa kabar itu, kabar yang nantinya menghancurkan hubungannya dengan Bayu, kekasihnya. Bahkan, sejak saat itu Bapak pun juga mulai membenci Bayu.

“ Bayu itu anak haram ! ”kata Mas Purnomo mengagetkan Lastri dan Bapak.
“ Maksud mas apa ? jangan nuduh orang sembarangan ya mas.....  ”. Lastri yang tidak suka kekasihnya dituduh aneh-aneh memotong perkataan kakaknya itu.
“ Apa buktinya kalau dia itu anak haram ? ” lanjutnya.
Mas Purnomo menatap tajam adiknya itu, “ Kamu ini kalau dibilangin selalu saja membantah. Aku tau berita ini dari Kahar, temannya Bayu itu. Dia sendiri yang bilang kalau Bayu itu anak haram. Anak yang enggak jelas siapa Bapaknya.”
“ Yang benar kamu Pur ? memangnya berita itu bisa dipercaya ?” tanya bapak. Bapak memang selalu menilai orang dari latar belakang keluarganya, jadi berita ini memang harus jelas ditelinganya.
“ Beneran Pak. Aku diberitahu sama sahabatnya sendiri kok. Kalau sahabatnya bohong, buat apa coba ? lagian. Apa selama ini kita pernah melihat ayahnya Bayu ? enggak kan Pak ? ” kata mas Purnomo meyakinkan Bapak.
“ Ayahnya Bayu itu sudah meninggal mas. ” jawabku.
“ Kata siapa kamu kalau ayahnya Bayu sudah meninggal ? ” tanya mas Purnomo.
“ Bayu sendiri yang cerita ke.......”
“ Nah, kamu tahunya dari Bayu kan ? bisa aja kan dia bohong sama kamu ? bisa saja dia ngarang cerita kalau ayahnya sudah mati. Padahal tau ayahnya saja enggak. ” potong mas Purnomo.
“ Jangan sembarangan mas....... itu namanya Fitnah.”
“ Fitnah itu kalau enggak ada buktinya. Nah ini kan sudah jelas Lastri. ”
“ Biarpun jelas, enggak boleh menghina orang lain mas. Itu namanya tetap saja fitnah. ”, kata Lastri sambil memukul meja.
“ SUDAH DIAM......”bentak Bapak menengahi. Ditatapnya tajam kedua anaknya itu bergantian, yang ditatap langsung menundukkan wajahnya.

“ Pokoknya kamu putuskan hubunganmu dengan Bayu. Titik. Bapak tidak mau ada tawar menawar. ” kata-kata Bapak membuyarkan lamunan Lastri.
“ Tapi Pak......”
“ Kamu dengar Bapak tidak ? pokoknya PUTUS.....”bentak Bapak sambil meninggalkan kamar Lastri. Meninggalkan Lastri yang termenung sendirian.

#.#.#.#.#

Pagi itu sama seperti pagi-pagi biasanya. Burung-burung bernyanyi bersahutan diantara ranting-ranting pohon yang rindang. Orang-orang mulai melakukan aktifitasnya seperti biasanya. Beberapa ibu-ibu tampak membawa tas keranjang ditangan kanannya, sepertinya mereka akan pergi kepasar. Dibelakangnya terlihat kumpulan anak-anak muda yang mengenakan seragam sekolah. Beberapa menit yang lalau, bapak-bapak sudah terlebih dahulu berjalan melewati jalanan itu menuju sawah mereka masing-masing. Musim tanam memang mengharuskan mereka untuk mulai mengolah sawah mereka dan menabur benih padi yang baru. 

Disebuah gubuk ditengah pematang sawah, tampak dua orang gadis sedang duduk-duduk menikmati segarnya udara dipagi hari itu. Sesekali terlihat mereka membersihkan gubuk itu. Disamping gubuk, terlihat bekas perapian yang masih mengeluarkan asap. Mungkin bekas para pemuda kampung yang tadi malam meronda dan singgah digubuk itu untuk membakar singkong atau jagung yang tumbuh dibelakang gubuk itu. 

“ Memangnya kamu tidak bisa meyakinkan Bapakmu kalau mas Bayu itu tidak seperti yang dikatakan oleh Mas Purnomomu itu Las ?” tanya Sari, sahabat baik Lastri. Lastri yang duduk dipojokan gubuk hanya bisa menggeleng pelang menghadapi pertanyaan sahabatnya itu. Sari menatap Lastri lama.
“ Separah itukah susahnya hubungan kalian ? ”
“ ya begitulah Sar. Bapak kalau sudah mengeluarkan perintah, semua anaknya harus menuruti. Kalau enggak, bisa kami sendiri yang menyesal. ”jawab Lastri sambil membenahi rambutnya yang diterpa angin.
“ Tapi, memangnya kabar itu benar ? kok aku kurang percaya ya sama kabar itu ? ”
“ Aku juga sama seperti kamu Sar, tapi, Bapak nsudah terlanjur percaya sama Mas Purnomo. Aku bisa apa ?”
“ Apa kamu enggak pernah nyoba tanya langsung ke mas Bayu langsung Las ? ” tanya Sari. Matanya masih menatap sahabatnya itu dengan kasihan.
“ Mas Bayu bilang kalau ayahnya itu sudah meninggal. Sudah lama waktu ia dan ibunya masih tinggal dikota. ”
“ Apa kamu pernah dikasih lihat foto Bapaknya ? ”
Lastri menggeleng pelan, “ kata Mas Bayu, semua foto-foto masa lalunya habis waktu rumahnya kebakaran. ”.
“ Wah susah juga ya kalau begitu, pantas saja kalau kamu bingung. Seandainya saja kalau ada foto, pasti kamu bisa kasih ke Bapakmu. ”
“ Aku juga berpikir begitu Sar....”

Lastri mendongak. Masih teringat jelas bagaimana awal pertemuannya dengan Bayu. Lelaki yang kini menjadi pujaan hatinya itu. Bayu yang waktu itu adalah pendatang baru didesanya, secara tidak sengaja menatap Lastri yang sedang asyik bermain dengan Sari, sahabatnya itu. Pandangan yang tidak biasa itu dengan mudah menarik perhatian Lastri yang berbalik menatapnya. Merasa ketahuan, Bayu lantas tersenyum dan mendekati keduanya.

“ Maaf kalau tadi saya membuat kalian tidak tenang. ” ucapnya.
“ Tidak apa-apa. Kami juga tidak merasa terganggu, hanya saja saya merasa risih kalau diperhatikan sampai seperti itu.” Kata Lastri malu-malu. Bayu hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“ Mas baru ya disini ?” tanya Sari
“ Oh iya, saya baru disini. Perkenalkan nama saya Bayu. ” ujarnya sambil mengulurkan tangannya.
“ Sari.....”
“ Lastri......”
“ Dari mana mas kalau boleh tahu ? ”tanya Sari.
“ Dari jakarta......”
“ Oh.......”

Mata Bayu sesekali melirik kearah Lastri, yang dilirik hanya menundukkan wajahnya malu. Sari yang melihat kejadian itu hanya bisa tersenyum saja.
“ Jangan dilihatin gitu mas, ntar anaknya bisa pingsan.... kasihan...” gurau Sari. Lastri yang merasa sahabatnya itu menyinggung dirinya, segera mencubit pinggang sahabatnya itu.
“ Ah... iya maaf....” kata Bayu tergagap.
“ Ya sudah ya mas... kami pulang dahulu, sudah sore, sebentar lagi gelap.” Kata Lastri sambil wajahnya belum mau diangkat.
“ Oh iya... maaf kelamaan ngobrolnya. Silahkan, saya juga harus pulang...” jawab Bayu.
“ Permisi mas.....”
“ Iya silahkan....”
“ Pulang dulu ya mas ? kalau kangen, jangan dipikirin dalam-dalam, nanti sakit. ”gurau Sari. Lastri sekali lagi harus mencubit sahabatnya itu.

Bayu hanya tersenyum. Dipandanginya kedua gadis itu berjalan menjauh.

Sejak saat itu, mereka selalu bercanda bersama – sama bertiga. Kadangkala mereka bermain-main disawah, kadang pula mereka memancing ikan disungai dekat hutan. Bayu dan Lastri yang sejak awal memang saling memiliki persaan saling menyukai, dengan cepat perasaan itupun segera tumbuh menjadi cinta yang begitu besar diantara keduanya. Semenjak itu, hampir setiap hari Bayu datang kerumah Lastri dan mengajak kekasihnya itu untuk berjalan-jalan mengelilingi desa atau hanya sekedar menonton haburan yang diadakan dibalai desa. Lastri yang saat itu merasa bahwa sudah menemukan cinta sejatinya, tidak pernah membayangkan akan mengalami masalah sebesar ini dikemudian hari.

“ Las... Lastri....” suara Sari menbuyarkan lamunan Lastri.
“ Kamu melamun Las ?”
“ Heh... ada apa ? ” tanya Lastri setelah sadar dari lamunannya. Dilihatnya sahabatnya itu sudah berdiri disamping gubuk.
“ Sebentar lagi mau siang, ayo kita pulang. Aku belum masak tadi. Bisa diomelin ibuku kalau aku belum masak.” Kata Sari.
“ Tunggu...” Lastri segera bangun dari duduknya dan merapikan roknya. Segera ia menyusul sahabatnya itu yang sudah terlebih dahulu berjalan didepannya.
“ Tunggu sebentar Sari..”
“ Ayo cepetan.....”

#.#.#.#.#

Siang itu, saat tamu tak diundang itu datang kerumah Lastri, gadis itu sedang duduk-duduk diberanda rumahnya.
“ Selamat siang ?” sapa tamu itu.
Lastri yang sedang asyik memandang kebun bunganya , menoleh mencari sumber suara itu. Dilihatnya seorang pemuda berperawakan tegap tengah berdiri disampingnya. Pemuda itu tersenyum kepadanya, senyuman yang mungkin akan mampu membuat gadis-gadis merasa terpikat. Namun, gadis itu bukan Lastri.
“ Oh, mas Irfan. Selamat siang juga mas... nyari siapa mas ?” Lastri segera berdiri dari duduknya dan mempersilahkan lelaki itu untuk duduk.
“ Sedang jalan-jalan saja kok. Bapaknya ada ?” tanya Irfan.
“ Bapak sedang kebalai desa mas, mungkin sebentar lagi juga pulang. Ada perlu apa mas ? ” tanya Lastri cuek. Ia memang tidak terlalu suka dengan lelaki itu, entah apakah alasannya. Mungkin juga karena ayahnya berniat menjodohkannya dengan lelaki itu, sementara dia sendiri sudah memiliki kekasih.
“ Oh tidak ada apa-apa kok. Gimana kabarnya Dek Lastri ?”
“ Baik.....”jawab Lastri pendek.
“ Saya dengar dek Lastri sedang dekat sama Bayu ya ? ” tanya Irfan.
“ Kalau iya memangnya kenapa mas ? ”
“ Oh tidak apa-apa, saya hanya ingin mengingatkan dek Lastri supaya berhati-hati sama lelaki macam Bayu itu. Apa dek Lastri sudah tahu kalau Bayu itu anak Haram ? ”
“ Jangan ngomong sembarangan ya mas. Jangan suka menjelekkan orang lain. Itu tidak baik namanya mas. ”, lastri nampaknya tidak senang kalau ada yang menjelekkan kekasihnya itu.
“ Tapi ini benar lho Dek, bukan hanya sebatas omongan saja. Bayu itu memang......”
“ Kalau mas kesini hanya untuk membicarakan masalah ini. Maaf mas, saya tidak berminat untuk mendengarkannya, silahkan mas pulang saja. ” potong Lastri.
“ Lho kok marah Dek. Saya tidak bermaksud buruk lho...... saya hanya....”
“ Sudah saya bilang kalau mas ingin membicarakan masalah ini lagi. Silahkan mas pulang saja, saya masih ada pekerjaan lainnya yang harus saya kerjakan. Permisi.”, Lastri bangkit dari duduknya dan masuk kedalam rumahnya. Meninggalkan Irfan yang terbengong-bengong sendirian.
Sepeninggal Irfan, Lastri yang termenung dikamarnya mulai membayangkan abagaimana kelak hubungannya dengan Bayu akan berlanjut. Bapaknya yang diharapkan akan memberikan restu kepada lelaki pilihan hatinya itu, justru menolak mentah-mentah lelaki itu. Bapak justru memberikan calon suami kepadanya, calon yang bahkan belum dikenalnya dengan baik. Bahkan, Bapak dengan seenaknya sudah mengatur bahwa lelaki itulah yang nantinya sudah pasti akan menjadi suaminya kelak, bukan lelaki yang kini menjadi kekasihnya. Kini, hubungannya dengan Bayu nyaris tidak memiliki harapan setitikpun.

“ Tadi katanya Irfan kesini ya ?” tanya Bapak dari depan pintu kamar Lastri.
Lastri bangkit dari tidurnya dan duduk dipinggiran tempat tidurnya, “ Iya, kok Bapak tahu ? ”
“ Tadi Bapak berpapasan sama dia diujung gang sana. Ngomong apa aja tadi sama Irfan ?” tanya Bapak sambil melepaskan bajunya dan menggantungnya di tembok, menggantinya dengan kaos.
“ Tidak ngobrol apa-apa.... tadi kesini juga cuma sebentar kok, nyari Bapak. ” jawab Lastri sambil keluar kamar. Dilihatnya Bapak sedang duduk dikursi dekat meja kecil disamping kamarnya. Bapak terlihat capek, mungkin karena baru saja menghadiri acara diBalai desa tadi. Segera Lastri menuangkan air kedalam gelas dan memberikannya kepada Bapak.
“ Kamu harus bersikap baik sama dia. Dia itu yang nantinya jadi suamimu.” Kata Bapak sambil menerima Gelas itu. Lastri duduk dikursi yang berada agak jauh dari Bapaknya.
“ Kan Lastri sudah bilang pak, kalau Lastri cuma mau menikah sama mas Bayu. ”
“ Mau jadi apa kamu menikah sama lelaki yang enggak jelas asal – usulnya seperti itu ?”
“ Bapak jangan ngomong seperti itu. Mas Bayu itu orangnya baik pak, dia juga punya pekerjaan yang mapan kok. ”
“ Tapi, bagaimanapun orang tuanya itu enggak jelas. Orang seperti itu, sebaik apapun hidupnya, tetap saja kurang bagus. ”kata Bapak.
“ Tapi Lastri mencintai mas Bayu pak.......”
Bapak terkekeh, diletakkannya gelas air itu dimeja. “ Apa kamu bisa hidup hanya dengan cinta ? Ingat Lastri, restu dari orang tua itu penting untuk kebahagiaan pernikahan seorang anak, dan Bapak tidak akan pernah merstui hubungan kalian. Paham kamu ?”
“ Bapak tega sama Lastri......”
“ Lho, bukannya bapak tega, bapak hanya ingin yang terbaik untukmu.....”
“ Pokoknya aku enggak mau menikah dengan orang lain selain mas Bayu.”kata Lastri mantap.
“ LASTRI..... BERANI KAMU MELAWAN BAPAK !!!” bentak Bapak, dipukulnya meja yang ada disampingnya.
“ Lastri kan sudah bilang kalau Lastri enggak mau menikah sama mas Irfan... Lastri enggak cinta pak sama dia....”isak lastri.
“ Suka ataupun tidak, cinta atau tidak. Cuma Irfan yang bapak restui untuk menjadi suamimu. NGERTI KAMU !!!”
“ POKONYA LASTRI ENGGAK MAU.....” nada bicara Lastri mulai meninggi.
“ BERANI KAMU MEMBANTAH BAPAKMU INI ?”, Bapak melotot marah. Rasanya baru sekarang Lastri melihat Bapaknya semarah ini.
“ Bapak sendiri yang membuat Lastri seperti ini....” Lastri mencoba membela diri.
“ BAPAK TIDAK AKAN MERESTUI HUBUNGAN KAMU DENGAN SI BAYU ITU....” bentak Bapak sambil bertolak pinggang. Matanya menatap tajam anak gadisnya itu.
“ Bapak restui atau enggak, aku akan tetap menikah dengan Bayu....”

PLAK!!!!!

Tanpa disadari, tangan Bapak menampar keras wajah lastri. Lastri yang ditampar hanya bisa menangis dan menatap orang tuanya itu. Orang tua yang sudah membesarkannya selama ini dan selalu memberinya kasih sayang. Namun, mendadak kini sosok itu terlihat sangat berbeda, sangat kejam dan kasar.
“ PUKUL SAJA LASTRI PAK, SEMUA ITU ENGGAK AKAN MENGUBAH KEPUTUSAN LASTRI.... POKOKNYA LASTRI HANYA AKAN MENIKAH DENGAN MAS BAYU!!!”Lastri berlari menuju kamarnya. Dibantingnya keras pintu kamarnya itu. Lalu ia menghempaskan tubuhnya di tempat tidur dan menangis sejadi-jadinya. Ia tumpahkan semua tangis yang selama ini ia pendam setiap kali beradu pendapat dengan Bapak mengenai hal ini. Ia ingin semua air mata yang tumpah hari itu akan berganti dengan kebahagiaan.

Malam harinya, Lastri mengurung diri dikamarnya. Entah sudah berapa kali Bapak dan mas Purnomo mengetuk kamarnya untuk mengingatkannya agar segera keluar dan makan malam. Bahkan, Bapak berulang kali mengetuk pintu itu hanya untuk mengatakan kalau Bapak minta maaf atas kejadian tadi siang. Bapak memang sudah keterlaluan. Namun, Lastri tidak bergeming sama sekali dengan semua itu. Ia sudah sangat sakit hati dengan perlakuan Bapak. Baginya, Bapak sudah kelewatan sampai menampar dirinya.

Ditatapnya langit malam. Disana hanya terlihat bulan yang bersinar terang. Sinarnya yang sangat terang itu mengalahkan sinar-sinar kecil dari bintang-bintang yang biasanya banyak menghiasi langit malam. Mungkin karena itulah, malam ini tidak nampak satupun bintang yang bersinar diatas sana. Bulan yang sendirian mengingatkan Lastri akan dirinya yang sedang bimbang. Antara memilih menyetujui perjodohan yang direncanakan oleh Bapak dan meninggalkan lelaki yang dicintainya, atau lebih memilih bersama dengan lelaki yang dicintainya dan melawan keputusan Bapak. Kedua pilihan itu sebenarnya sudah lama ia pikirkan, namun hingga saat ini rasanya Lastri masih bimbang dalam menentukan pilihannya. Ia tidak ingin mengambil keputusan yang salah dan menyesali dikemudian harinya. 

“ Aku enggak bisa Dek kalau kita enggak mendapat restu dari Bapak kamu” kata Bayu sambil menggenggam tangan Lastri. Ditatapnya mata gadis pujaannya itu.
“ Tapi bagaimana mas ? aku sudah berkali-kali meminta restu dari Bapak, tapi percuma saja. Bapak enggak ngasih restu mas....” jawab lastri.
“ Kalau begitu, biar aku saja yang mendatangi Bapakmu untuk minta restu. ”
“ Jangan mas, percuma saja. Kalau aku saja enggak bisa, apalagi kamu mas...” cegah Lastri. Ia tidak mau kalau sampai Bayu mengetahui permasalah sebenarkan antara dia dan Bapak.
“ Tapi apa salahnya kalau aku coba Dek ? siapa tahu aku bisa meyakinkan Bapakmu...” desak Bayu.
“ Percuma mas, sudah aku bulang kalau Bapak punya keputusan. Sudah enggak bisa dibantah lagi. ”kata Lastri meyakinkan kekasihnya itu.

Bayu bangkit dari duduknya, ia berjalan menuju pinggir sungai yang airnya jernih. Disana tampak beberapa iakn kecil berenang kesana-kemari. Ditepi sungai itu terdapat beberapa tangkai teratai yang sedang berbunga. Diambilnya beberapa batu kecil dan dilemparnya kesungai itu. Riak air sungai membuat bayangannya diair itu tampak mengabur. Bayu berbalik, ditatapnya Lastri yang sedang duduk dibawah pohon Beringin.
“ Tapi aku hanya bisa menikahimu jika Bapakmu memberikan restu Dek Lastri. Restu orang tua itu sangat penting. ”
“ Aku tahu itu mas.... aku juga sama....”

Tak disadarinya, air mata Lastri mengalir membasahi pipinya. Percakapan dengan kekasihnya tadi siang masih teringat jelas dikepalanya. Bayu terus mendesaknya agar segera mendapatkan restu dari Bapak. Namun, kini rasanya semua itu akan semakin jauh saja dari kenyataan. Tampaknya, Bapak benar-benar tidak akan merestui hubungannya dengan Bayu.
Kini Lastri harus memilih, Bapak atau Bayu. Persimpangan itu mulai terlihat dimata Lastri. Sang gadis kecil yang kini telah mengenal cinta, harus menemukan jawabannya.

#.#.#.#.#

“ Pokoknya Lastri akan tetap menikah sama Mas Bayu. ”kata lastri dimeja makan.
Mas Purnomo dan bapak yang baru saja mau makan menghentikan kegiatan mereka. Bapak menatap lekat anak gadisnya itu.
“ Maksud kamu apa Lastri ? kan mas sudah pernah bilang kalau Bayu itu orang yang enggak jelas asal-usulnya. Masa kamu mau menikah smaa orang seperti itu ?”tanya Mas Purnomo sambil mengambil nasi di bakul.
“ Terserah mas mau ngomong apa. Pokonya aku hanya akan menikah sama mas Bayu.” Jawab Lastri ketus.
“ Jangan bodoh kamu!!!” nada bicara Mas Purnomo meninggi.
“ Bapak kan sudah memilihkan calon buat kamu. Kamu seharusnya menikah sama calon Bapak itu, bukan sama si Bayu itu.” Lanjutnya
Lastri menatap tajam wajah kakaknya itu, “ Memangnya siapa yang mau menikah ? kalau mas mau sama Irfan ? ya mas saja yang menikah sama dia....”
“ KAMU..!!!! ”
“ SUDAH CUKUP!!! NINI WAKTUNYA SARAPAN. JANGAN BERTENGKAR.....”bentak Bapak menengahi.
“ Tapi Pak....”
“ DIAM KAMU PUR. DAN KAMU LASTRI......” ditatapnya anak gadisnya itu.
“....BAPAK SUDAH BILANG SAMA KAMU KALAU BAPAK TIDAK AKAN MERESTUI HUBUNGAN KALIAN BERDUA. APA UCAPAN BAPAK BELUM CUKUP JELAS DITELINGA KAMU ? ”bentaknya.
“ TAPI LASTRI HANYA MENCINTAI MAS BAYU PAK.....”mata Lastri menatap Bapaknya. Sudah cukup rasanya ia mengalah dalam perdebatan ini.
“ BAPAK TIDAK PERDULI DENGAN MASALAH ITU....”
“ BAPAK SELALU SAJA BICARA BEGITU.......” kata Lastri. Ia bangkit dari duduknya. Ditatapnya mata Bapak.
“ SEJAK DULU BAPAK SELALU MENGATUR HIDUP LASTRI. LASTRI CAPEK PAK, LASTRI JUGA INGIN BAHAGIA. ORANG TUA MACAM APA YANG SELALU MEMAKSAKAN KEHENDAKNYA PADA ANAKNYA TANPA MENGETAHUI APA YANG DIINGINKAN ANAKNYA. BAPAK ITU SEBENARNYA ORANG TUA LASTRI APA BUKAN SIH ?!!!!!”
“ LASTRI!!!! JAGA BICARAMU...” bentak mas Purnomo. Ditatapnya adiknya itu, yang ditatap malah balik menatap tajam sang kakak.
“ MAS DIAM AJA. MAS SENDIRI JUGA SEENAKNYA MENJELEK-JELEKKAN ORANG LAIN SEENAKNYA. MEMANGNYA BAYU ITU ADA SALAH APA SAMA MAS SAMPAI MAS NGARANG CERITA SEPERTI ITU ? KALAUPUN CERITA ITU MEMANG BENAR, APA UNTUNGNYA BUAT MAS UNTUK MEMBEBERKANNYA SAMA BAPAK HAH ? APA MAS ? ”teriak lastri lantang. Emosinya sudah meluap-luap. Rasanya ia ingin menumpahkan semuanya hari itu juga.
“ Mau Bapak restui atau tidak. Yang akan menjadi suamiku adalah Mas Bayu. Aku tidak butuh restu dari Bapak. TITIK...”kata Lastri sambil meninggalkan meja makan. Meninggalkan Bapak dan mas Purnomo yang masih duduk disana.

Lastri berlari keluar rumah. Ia ingin segera menemui kekasihnya dan mengatakan kalau dirinya ingin segera menikah. Ia sudah tidak peduli lagi dengan masalah restu yang belum diberikan oleh Bapak. Ia hanya ingin menggapai kebahagiaannya sendiri. Langkahnya yang berat perlahan menjauhi rumahnya dengan mantap. Ia sudah merasa capek selalu ditekan dirumah itu, rumah yang kini nyaris seperti penjara. Langkahnya membawanya menggapai kebahagiaannya. Tujuannya telah dimantapkannya, Bayu.

“ Apa kamu sudah pikirkan hal ini dengan baik-baik Dek Lastri ? apa kamu tidak merasa tergesa-gesa ?” tanya Bayu begitu kekasihnya itu mengutarakan maksud kedatangannya.
“ Aku sudah memikirkan ini mas. Percuma menunggu restu dari Bapak. Bapak enggak akan memberikan restu sama kita. Aku hanya ingin bahagia, itu saja mas. ”
“ Iya mas tahu itu. Tapi bagaimana dengan Bapakmu Dek ?”
“ Apa mas tidak mau menikah dengan saya ? ” tanya Lastri. Ditatapnya kekasihnya itu lekat. Salahkah keputusannya ini ?
“ Tentu aku ingin.......”
“ Kalau begitu segera nikahi aku mas. Jangan lagi mas memperdulikan masalah restu dari Bapakku. ”potong Lastri.
“ Tapi tetap saja Dek, kita mau menikah dimana ? ”tanya Bayu bimbang.
“ Kita kekota saja mas. Ketempat pamanku. Kita menikah disana. Biar pamanku yang jadi wali nikahku nanti. ”
“ Tapi Dek Lastri......”
“ Mas mau atau tidak ? ”tanya Lastri setengah memaksa.
“ Baiklah kalau begitu. ” Bayu akhirnya mengalah.
“ Ya sudah. Kalau begitu nanti kita bertemu di stasiun jam 2 siang. Kita berangkat hari ini juga. ”kata Lastri bahagia.
“ Iya Dek.....”

#.#.#.#.#

Stasiun Wonokromo tampak ramai. Banyak orang lalu-lalang kesana-kemari. Tempat duduk yang biasanya terlihat sepi, kini dipenuhi oleh orang-orang dengan bawaannya yang banyak. Nampaknya, sebagian besar orang-orang ini akan bepergian jauh. Disamping rel kereta api, tampak petugas stasiun memberikan peringatan kepada para pengunjung agar tidak terlalu dekat dengan rel. Petugas tersebut juga memberikan peringatan apabila kereta akan datang, penumpang yang akan naik kereta diingatkan agar bersabar dan menunggu agar penumpang yang didalam kereta untuk turun terlebih dahulu. Dari pengeras suara, terdengar suara petugas yang menginformasikan kedatangan dan keberangkatan kereta. Pedagang asongan juga banyak berkeliaran menjajakan berbagai macam dagangannya, mulai dari yang berdagang buah hingga yang berjualan majalah dan mainan anak-anak.

Disalah satu tempat duduk, tampak Lastri yang sedang melamun. Ia sedang memikirkan apakah benar semua keputusannya ini adalah yang terbaik ? sekali lagi persimpangan itu semakin jelas terlihat dimatanya.

Benarkah keputusanku ini ? apakah mas Bayu akan mampu membahagiakan aku nantinya ? bagaimana dengan Bapak ? apakah aku sudah menjadi anak yang durhaka kepadanya ? apakah sikapku ini melukainya ? apakah Bapak akan memaafkannya ? ah, andaikan saja Bapak memberikan restu kepadaku, tentu aku tidak perlu mengambil langkah ini. Seandainya saja Bapak bisa menerima mas Bayu dengan semua kekurangannya. Memang sebaik apakah mas Irfan dimata Bapak ? mengapa ia mendapatkan restu Bapak sementara mas Bayu tidak ? apakah hanya karena mas Bayu adalah anak haram, seperti yang dibilang mas Purnomo ?, batin Lastri.

“ Ah aku harus mantap memilih mas Bayu.”ujar Lastri.
“ LASTRI.....”

Sebuah teriakan mengagetkan Lastri. Lastri segera mencari sumber suara itu. Dilihatnya Sari berlarian kearahnya dengan tergesa-gesa. Diwajahnya tampak raut wajah sedih. Lastri bertanya dalam hati, Apa yang dilakukan Sari disini ? ada apa ini ? kenapa ia tampak sedih ?.
Lastri bangkit dari duduknya.” Ada apa Sar ? ngapain kamu kesini ?”
Sari berusaha tenang, ia mengatur nafasnya, “ Bapakmu Las, Bapakmu....”
Lastri mengela nafas, “ Bapak kenapa ? sudahlah aku enggak mau dengar apapun tentang dia. ”
“ LASTRI, DENGARKAN AKU DULU.....”bentak sari.
“ Ada apa sih ?” Lastri mulai paniik. Kenapa sahabatnya itu ?
“ Bapakmu masuk rumah sakit Las. Katanya Jantungnya kumat. Saat ini dia koma. Mas Purnomo minta aku untuk mencarimu..... Lastri.....Lastri, kamu dengar aku tidak ?....”

Lastri terpaku. Semua yang ada dihadapannya mengabur. Teringat dihadapannya saat ia mmbentak Bapak tadi siang. Teringat dikepalanya saat ia membentak Bapak kemarin. Semuanya bergantian melintas dihadapannya. Semuanya mulai meruntuhkan kebahagiaannya. Kebahagiaan yang diharapkannya tadi. Kini yang ada dihadapannya hanyalah penyesalan yang terdalam. Haruskah ia segera melangkahkan kakinya untuk segera menemui Bapak ? memohon ampun atas segala kesalahannya yang sudah dilakukannya ? kesalahan yang mungkin sangat besar hingga akan sulit untuk dimaafkan ? siapkah dia seandainya nanti mas Purnomo akan mencacinya habis-habisan karena perlakuannya kepada bapak ? ataukah ia tetap disini. Menunggu kekasihnya datang dan pergi meninggalkan Bapak sendirian yang sedang meradang maut ? pergi jauh dan meretas kebahagiaan yang sangat diharapkannya selama ini ? kebahagiaan yang ingin diwujudkannya bersama dengan kekasihnya itu ? kebahagiaan yang akan menjauhkannya dengan Bapak, orang yang selama ini sudah membesarkan dan memberikannya kebahagiaan yang tiada tara.

Persimpangan itu kini semakin membesar. Pelupuk mata lastri tiba-tiba mengabur. Air matanya menetes deras membanjiri pipi itu. Pandangannya mulai mengabur. Kepalanya berat. Seluruh dunia seolah menjadi gelap dimatanya.

Lastri Pingsan.

1 komentar: